A no bhadraah kratavo yantu visvato.
adabdhaaso aparitasa udbhidah.
deva no yatha sadamid vrdhe asan.
aprayuvo raksitaaro dive dive.
(Yajurveda.XXV.14).
Maksudnya: Semoga pikiran-pikiran mulia, gagasan-gagasan yang menyelamatkan dan menguntungkan, datang dari semua arah kepada kami. Para Dewata setiap hari menurunkan anugerah yang bermanfaat bagi kemajuan hidup kami.
Dalam kehidupan beragama Hindu di
Bali ada dinamika beragama Hindu yang sedikit mengganggu kedamaian beragama.
Hal yang sedikit mengganggu itu adalah munculnya sikap yang anti
''ke-India-India-an''. Ada juga sikap yang menyatakan beragama Hindu jangan
Bali sentris.
Bahkan ada umat yang sudah berpendidikan doktor masih ada yang bersikap seperti itu. Padahal ajaran Hindu tidak mentabukan adanya pengaruh dari arah mana pun. Sepanjang membawa kebaikan, pengaruh itu akan diterima. Bahkan menurut Mantra Yajurveda yang dikutip di atas sebagai doa untuk memohon pada Tuhan agar senantiasa mengalirnya berbagai pikiran atau gagasan mulia dari semua arah. Mantra Yajurveda tersebut bersumber dari Rgveda.I.89.1.
Bahkan ada umat yang sudah berpendidikan doktor masih ada yang bersikap seperti itu. Padahal ajaran Hindu tidak mentabukan adanya pengaruh dari arah mana pun. Sepanjang membawa kebaikan, pengaruh itu akan diterima. Bahkan menurut Mantra Yajurveda yang dikutip di atas sebagai doa untuk memohon pada Tuhan agar senantiasa mengalirnya berbagai pikiran atau gagasan mulia dari semua arah. Mantra Yajurveda tersebut bersumber dari Rgveda.I.89.1.
Doa Mantra Rgveda dan Yajurveda
tersebut sebagai dasar bagi umat Hindu untuk memahami adanya saling
mempengaruhi dalam dinamika pergaulan antar sesama umat manusia di bumi ini.
Terlebih antar sesama umat Hindu, baik umat Hindu di Bali, Jawa, Kalimantan,
luar Indonesia seperti India, Cina dan dari berbagai penjuru dunia.
Munculnya sikap anti ke
India-Indiaan dan anti Bali sentris itu karena adanya ketakutan dan lemahnya
pemahaman pada ajaran agama Hindu menurut sastranya. Ada sementara umat
memahami agama Hindu yang dianutnya hanya berdasarkan adat semata. Padahal adat
itu sesuatu yang terus tumbuh berkembang mengikuti perkembangan zaman. Weda
memang wajib diadatkan sebagaimana dinyatakan dalam Sarasamuscaya 260 yaitu
Veda Abyasa dan Manawa Dharmasastra II.12 dan 18. Dalam sastra itu dinyatakan
Sadacara atau Sat yang artinya kebenaran Veda dan Acara artinya ditradisikan.
Kebenaran Veda itulah yang wajib ditradisikan dalam kehidupan sehari-hari.
Tetapi adat itu wajib dipelihara agar selalu berfungsi mengimplementasikan
tattwa agama Hindu inti sari Veda, sabda suci Tuhan. Tattwa itu adalah Sanatana
Dharma atau kebenaran yang kekal abadi. Sedangkan adat itu Nutana, terus
menerus diremajakan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman.
Sepertinya para orang bijak yang
selevel Resi di Bali pada zaman lampau sudah bersikap terbuka seperti Mantra
Yajurveda di atas dan nampaknya sudah paham akan konsep penerapan Veda dalam
masyarakat. Sebagai bukti kebudayaan Hindu di Bali sampai saat ini kita warisi
demikian kayanya. Karena terbuka menerima berbagai unsur dari luar serta dapat
diposisikan untuk memperkaya kemasan budaya beragama Hindu. Tidak hanya
pengaruh Hindu dari India yang sudah mengakar di Bali, ada juga dari berbagai
negara. Dalam seni ukir saja, Bali mengenal ada beberapa jenis pepatraan dari
luar. Misalnya, Patra Cina, Patra Belanda, Patra Mesir dari Arab. Apalagi dari
segi praktik agama.
Doa pujaan para pemangku dan pandita
di Bali menggunakan mantra dengan bahasa Sansekerta dan juga bahasa Jawa Kuno
dicampur dengan bahasa Bali. Pulau ini bernama Bali, kata Bali berasal dari
bahasa Sansekerta. Pagi-pagi saat pandita melakukan surya sewana, merapalkan
Mantra Sapta Gangga. Sungai-sungai suci yang dinyatakan dalam Mantra Sapta
Gangga itu semuanya sungai suci di India. Nama tempat pemujaan Hindu di Bali
menggunakan sebutan Pura Kahyangan. Kata Pura berasal dari bahasa Sansekerta
dan kata kahyangan dari bahasa Jawa Kuno. Nama-nama orang Bali yang beragama
Hindu umumnya menggunakan bahasa Sansekerta. Ceritra yang paling populer di
Bali adalah Ramayana dan Maha Bharata. Kedua ceritra ini berasal dari India.
Ceritra Tantri yang populer di Bali babonnya adalah ceritra Panca Tantra dari
India dan banyak lagi kebudayaan India yang mengkemas tattwa Hindu, susila dan
acara beragama Hindu di Bali. Kalau sekarang hubungan India dengan Bali semakin
dekat tentunya hubungan yang saling pengaruh mempengaruhi itu akan lebih
dinamis dan lebih intensif. Hindu di India pun mendapat pengaruh dari Bali, meskipun
tidak begitu signifikan.
Kebudyaan Bali yang bernapaskan
agama Hindu ini ditiru di luar Bali tidaklah perlu disebut Bali sentris juga.
Sepanjang hal itu tidak diwajibkan atau dipaksakan. Menurut Manawa Dharmasastra
VII.10 keanekaragaman kemasan budaya untuk mengkemas tattwa memang dibenarkan
oleh ajaran Hindu. Adat Budaya Hindu di Bali memang berasal dari berbagai asal
daerah dan negara. Mana adat budaya Hindu di Bali dari Cina, India, Mesir,
Belanda, dari Jawa dan lain-lain, sangat mudah dinyatakan identitasnya, tapi
sangat sulit dipisahkan. Karena itu seyogianya kita hentikan sikap anti ke India-Indiaan
dan anti Bali sentris. Semua bagian dunia ini tentunya termasuk Bali dan India
tidak ada yang lepas dengan hukum Rwa Bhineda. Setiap wilayah tanpa kecuali ada
lebih dan kurangnya, ada baik dan buruknya. Ada maju dan mundurnya. Biarlah hal
itu berproses saling memperkaya untuk dharma.
sumber : Bali Post
Tidak ada komentar:
Posting Komentar