Halaman

Senin, 23 Januari 2012

Siwaratri Menguatkan Kesadaran Jiwa

Yasya sarva samarambhah
Kaama samkalpa varjiitaah
Jnyana agni dagdha karmanam
Tam ahuh pandita budhah.
(Bhagavad Gita IV.19).

Maksudnya: Orang yang berhasil menggunakan sinar penerangan ilmu pengetahuan (Jnyana Agni) untuk berkonsentrasi melakukan perbuatan yang baik dan benar lepas dari pamrih ia dapat disebut sebagai Pandita oleh mereka yang bijak.
Siwaratri adalah hari ”Pajagran’’ yaitu hari raya untuk mengingatkan kita akan pentingnya menyegarkan dan menguatkan kembali kesadaran rohani atau kesadaran Atman.
Berpikir, berkata dan berbuat berdasarkan kesadaran jiwa akan memperkecil peluang untuk melakukan dosa. Karena itu Siwaratri sering disebut hari raya penebusan dosa. Istilah itu memang kurang tepat, tetapi yang dimaksudkan adalah menguatkan kesadaran jiwa atau kesadaran Atman sehingga gerak pikiran, perkataan dan perbuatan senantiasa ada pada jalan dharma.
Dengan demikian dosa yang mungkin pernah kita perbuat tidak bertambah. Yang terus bertambah adalah dharma laksana. Dengan demikian dharma laksana akan terus meningkat sehingga dosa yang pernah diperbuat akan terus mengecil karena dharma laksana terus bertambah. Inilah yang sering disebut Siwaratri malam penebusan dosa dalam istilah domistik. Dalam pustaka Siwaratri Kalpa istilah yang digunakan adalah ”atangi, tan merema, tan aturu’’ yang semua artinya jagra atau sadar. Sadar tidak tertidur dalam artian spiritual, bukan fisik.
Dalam perayaan Siwaratri memang disimbulkan dengan melek semalam suntuk. Melek begadang semalam suntuk itu adalah simbolis untuk mendorong umat agar melek rohani untuk senantiasa dengan kesadaran jiwa mengendalikan kecerdasan intelektual dan kehalusan emosional mewujudkan dharma laksana dalam kehidupan ini. Karena itu Siwaratri sesungguhnya hari untuk mengingatkan kita agar terus menerus meningkatkan dan menguatkan kesadaran jiwa untuk mengendalikan pikiran, perkataan dan perbuatan sehingga dharma laksana senantiasa terwujud dalam kehidupan individual maupun dalam kehidupan sosial. Agar umat jangan lengah dan lupa maka secara periodik diingatkan dengan perayaan Siwaratri setiap Tilem Sasih Kepitu.
Di India Siwaratri dirayakan setiap bulan pada saat Tilem. Setiap tahun pada Sasih Kepitu atau sekitar bulan Januari-Februari baru dirayakan dengan Maha Siwaratri. Perayaan itu hanyalah untuk mengingatkan. Yang lebih utama adalah setiap saat kita harus meningkatkan dan menguatkan kesadaran jiwa dalam mengekspresikan pikiran, perkataan dan perbuatan dalam menapaki hidup ini agar senantiasa ada pada jalan dharma.
Dinamika kehidupan modern bahkan post modern dewasa ini banyak mengguncangkan kesadaran dan keteguhan jiwa untuk berpegang pada dharma. Mereka yang lemah kesadaran jiwanya akan mudah terperosok hidup hanya mengikuti gejolak hawa nafsu. Hidup pada zaman post modern adalah hidup berdesak-desakan baik fisik maupun mental. Ditambah lagi semakin berkembangnya sikap individualisme yang semakin kuat menguasai diri seseorang. Sikap mementingkan diri sendiri, tidak melayani, tidak peduli pada penderitaan dan kepentingan orang lain semakin berkembang dalam masyarakat.
Birokrat yang diberi tugas dan gaji saja sering tidak melayani, bahkan tugas melayani publik itu dianggap kekuasaan menyusahkan masyarakat yang tidak mau bayar ekstra di luar ketentuan. Hubungan sosial pun dewasa ini semakin jauh dari hubungan berdasarkan kasih sayang, saling hormat menghormati.
Dewasa ini semakin berkembang hubungan berdasarkan kepentingan sempit. Begitu tidak ada kepentingan, rasa hormat, rasa kasih sayang pun menguap begitu saja. Keadaan yang demikian itu menyebabkan semakin banyak penduduk yang dirundung oleh rasa kecewa, putus asa, marah, dendam, tidak punya harapan, merasa gagal, ada rasa terpencil,tersinggung, jengkel, ada rasa tersumbat dalam menjalankan hidup dan seterusnya. Dari keruhnya mental itu sudah banyak yang mengambil keputusan sesat dengan bunuh diri.
Untuk memperkecil kekeruhan mental maka semakin dibutuhkan upaya peningkatan eksistensi perayaan Siwaratri yang lebih aplikatif meningkatkan kesadaran jiwa, mengendalikan gejolak raga duniawi. Dengan kesadaran jiwa yang meningkat dan kuat dinamika kehidupan duniawi akan senantiasa terarah dan terbatas di jalan dharma. Perayaan Siwaratri yang hanya semalam itu tentunya tidak mungkin dapat membangkitkan kesadaran jiwa, kecuali bagi mereka yang sudah ada dalam kesadaran atman.
Perayaan Siwaratri itu adalah tonggak-tonggak peringatan spiritual. Peringatan itu untuk menyegarkan kembali swadharma kita sebagai umat beragama agar memfungsikan ajaran agama dengan benar, baik dan tepat. Fungsi perayaan agama untuk terus menerus membenahi peningkatan kesadaran jiwa mengendalikan dan memberikan batas-batas pada dinamika hidup di dunia ini.
Dengan demikian kehidupan senantiasa memberikan rasa aman, sejahtera dan bahagia lahir batin. Konsep itu tentunya amat mudah memahaminya. Tetapi amat tidak mudah dalam implementasinya.
Eksistensi iptek yang tidak seimbang salah satu dari sekian banyak hambatan yang akan menjadi halangan dalam meningkatkan dan menguatkan kesadaran jiwa sebagai wujud dari sinar suci atman. Banyak selubung yang akan menghalangi sinar suci atman menyinari kesadaran budhi, manah atau pikiran dan indria. Kalau indria yang bergejolak menguasai kecerdasan pikiran, maka kecerdasan itu akan digunakan untuk mengumbar nafsu. Kondisi seperti itu tidak akan menimbulkan kesadaran jiwa. Limpahan kasih Tuhan tidak akan bisa diraih kalau indria masih mernguasi kecerdasan pikiran. Karena itu kecerdasan pikiran itulah yang seyogianya menguasai indria sehingga kecerdasan pikiran disinari oleh kesadaran budhi.
Dengan demikian pancaran kesucian atman dapat meraih kasih Tuhan. Itulah tujuan dari Siwaratri. Dari kesadaran atman menuju kesadaran Brahman. Dengan demikian dosa pun akan semakin dapat dihindari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar