Kaama samkalpa varjiitaah
Jnyana agni dagdha karmanam
Tam ahuh pandita budhah.
(Bhagavad Gita IV.19).
Maksudnya: Orang yang berhasil
menggunakan sinar penerangan ilmu pengetahuan (Jnyana Agni) untuk
berkonsentrasi melakukan perbuatan yang baik dan benar lepas dari pamrih ia
dapat disebut sebagai Pandita oleh mereka yang bijak.
Siwaratri adalah hari ”Pajagran’’
yaitu hari raya untuk mengingatkan kita akan pentingnya menyegarkan dan
menguatkan kembali kesadaran rohani atau kesadaran Atman.
Berpikir, berkata dan berbuat
berdasarkan kesadaran jiwa akan memperkecil peluang untuk melakukan dosa.
Karena itu Siwaratri sering disebut hari raya penebusan dosa. Istilah itu
memang kurang tepat, tetapi yang dimaksudkan adalah menguatkan kesadaran jiwa
atau kesadaran Atman sehingga gerak pikiran, perkataan dan perbuatan senantiasa
ada pada jalan dharma.
Dengan demikian dosa yang mungkin
pernah kita perbuat tidak bertambah. Yang terus bertambah adalah dharma
laksana. Dengan demikian dharma laksana akan terus meningkat sehingga dosa yang
pernah diperbuat akan terus mengecil karena dharma laksana terus bertambah.
Inilah yang sering disebut Siwaratri malam penebusan dosa dalam istilah
domistik. Dalam pustaka Siwaratri Kalpa istilah yang digunakan adalah ”atangi,
tan merema, tan aturu’’ yang semua artinya jagra atau sadar. Sadar tidak
tertidur dalam artian spiritual, bukan fisik.
Dalam perayaan Siwaratri memang disimbulkan dengan melek semalam suntuk. Melek begadang semalam suntuk itu adalah simbolis untuk mendorong umat agar melek rohani untuk senantiasa dengan kesadaran jiwa mengendalikan kecerdasan intelektual dan kehalusan emosional mewujudkan dharma laksana dalam kehidupan ini. Karena itu Siwaratri sesungguhnya hari untuk mengingatkan kita agar terus menerus meningkatkan dan menguatkan kesadaran jiwa untuk mengendalikan pikiran, perkataan dan perbuatan sehingga dharma laksana senantiasa terwujud dalam kehidupan individual maupun dalam kehidupan sosial. Agar umat jangan lengah dan lupa maka secara periodik diingatkan dengan perayaan Siwaratri setiap Tilem Sasih Kepitu.
Dalam perayaan Siwaratri memang disimbulkan dengan melek semalam suntuk. Melek begadang semalam suntuk itu adalah simbolis untuk mendorong umat agar melek rohani untuk senantiasa dengan kesadaran jiwa mengendalikan kecerdasan intelektual dan kehalusan emosional mewujudkan dharma laksana dalam kehidupan ini. Karena itu Siwaratri sesungguhnya hari untuk mengingatkan kita agar terus menerus meningkatkan dan menguatkan kesadaran jiwa untuk mengendalikan pikiran, perkataan dan perbuatan sehingga dharma laksana senantiasa terwujud dalam kehidupan individual maupun dalam kehidupan sosial. Agar umat jangan lengah dan lupa maka secara periodik diingatkan dengan perayaan Siwaratri setiap Tilem Sasih Kepitu.
Di India Siwaratri dirayakan setiap
bulan pada saat Tilem. Setiap tahun pada Sasih Kepitu atau sekitar bulan
Januari-Februari baru dirayakan dengan Maha Siwaratri. Perayaan itu hanyalah
untuk mengingatkan. Yang lebih utama adalah setiap saat kita harus meningkatkan
dan menguatkan kesadaran jiwa dalam mengekspresikan pikiran, perkataan dan
perbuatan dalam menapaki hidup ini agar senantiasa ada pada jalan dharma.
Dinamika kehidupan modern bahkan
post modern dewasa ini banyak mengguncangkan kesadaran dan keteguhan jiwa untuk
berpegang pada dharma. Mereka yang lemah kesadaran jiwanya akan mudah
terperosok hidup hanya mengikuti gejolak hawa nafsu. Hidup pada zaman post
modern adalah hidup berdesak-desakan baik fisik maupun mental. Ditambah lagi
semakin berkembangnya sikap individualisme yang semakin kuat menguasai diri
seseorang. Sikap mementingkan diri sendiri, tidak melayani, tidak peduli pada
penderitaan dan kepentingan orang lain semakin berkembang dalam masyarakat.
Birokrat yang diberi tugas dan gaji
saja sering tidak melayani, bahkan tugas melayani publik itu dianggap kekuasaan
menyusahkan masyarakat yang tidak mau bayar ekstra di luar ketentuan. Hubungan
sosial pun dewasa ini semakin jauh dari hubungan berdasarkan kasih sayang,
saling hormat menghormati.
Dewasa ini semakin berkembang
hubungan berdasarkan kepentingan sempit. Begitu tidak ada kepentingan, rasa
hormat, rasa kasih sayang pun menguap begitu saja. Keadaan yang demikian itu
menyebabkan semakin banyak penduduk yang dirundung oleh rasa kecewa, putus asa,
marah, dendam, tidak punya harapan, merasa gagal, ada rasa
terpencil,tersinggung, jengkel, ada rasa tersumbat dalam menjalankan hidup dan
seterusnya. Dari keruhnya mental itu sudah banyak yang mengambil keputusan
sesat dengan bunuh diri.
Untuk memperkecil kekeruhan mental
maka semakin dibutuhkan upaya peningkatan eksistensi perayaan Siwaratri yang
lebih aplikatif meningkatkan kesadaran jiwa, mengendalikan gejolak raga
duniawi. Dengan kesadaran jiwa yang meningkat dan kuat dinamika kehidupan
duniawi akan senantiasa terarah dan terbatas di jalan dharma. Perayaan
Siwaratri yang hanya semalam itu tentunya tidak mungkin dapat membangkitkan
kesadaran jiwa, kecuali bagi mereka yang sudah ada dalam kesadaran atman.
Perayaan Siwaratri itu adalah
tonggak-tonggak peringatan spiritual. Peringatan itu untuk menyegarkan kembali
swadharma kita sebagai umat beragama agar memfungsikan ajaran agama dengan
benar, baik dan tepat. Fungsi perayaan agama untuk terus menerus membenahi
peningkatan kesadaran jiwa mengendalikan dan memberikan batas-batas pada
dinamika hidup di dunia ini.
Dengan demikian kehidupan senantiasa
memberikan rasa aman, sejahtera dan bahagia lahir batin. Konsep itu tentunya
amat mudah memahaminya. Tetapi amat tidak mudah dalam implementasinya.
Eksistensi iptek yang tidak seimbang
salah satu dari sekian banyak hambatan yang akan menjadi halangan dalam
meningkatkan dan menguatkan kesadaran jiwa sebagai wujud dari sinar suci atman.
Banyak selubung yang akan menghalangi sinar suci atman menyinari kesadaran
budhi, manah atau pikiran dan indria. Kalau indria yang bergejolak menguasai
kecerdasan pikiran, maka kecerdasan itu akan digunakan untuk mengumbar nafsu. Kondisi
seperti itu tidak akan menimbulkan kesadaran jiwa. Limpahan kasih Tuhan tidak
akan bisa diraih kalau indria masih mernguasi kecerdasan pikiran. Karena itu
kecerdasan pikiran itulah yang seyogianya menguasai indria sehingga kecerdasan
pikiran disinari oleh kesadaran budhi.
Dengan demikian pancaran kesucian
atman dapat meraih kasih Tuhan. Itulah tujuan dari Siwaratri. Dari kesadaran
atman menuju kesadaran Brahman. Dengan demikian dosa pun akan semakin dapat
dihindari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar